LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
Mata Kuliah : PRAKTIKUM KONSEP LARUTAN DAN
BIOORGANIK
I.
JUDUL PERCOBAAN
: TITRASI ASAM BASA : VOLUMTERI
II.
TUJUAN PERCOBAAN
:
1.
Mengetahui
perbedaan titik akhir dengan titik ekuivalen.
2.
Mengetahui cara
melakukan titrasi asam-basa.
3.
Mengetahui
konsentrasi larutan yang di titrasi.
III.
TINJAUAN TEORITIS:
KELAYAKAN
TITRASI ASAM-BASA
a.
Besarnya tetapan
kesetimbangan. Konsentrasi zat yang di titrasi dan titran mempengaruhi besarnya
dan pada kondisi tertentu seorang analis bisa
puas dengan kepresisian yang kurang dariapda yang kita sebutkan diatas.

b.
Pengaruh konsentrasi.
Besarnya
pada titik ekivalen juga bergantung pada
konsentrasi dan titran. Dengan berkurangnya konsentrasi dan titran, berkurang
pulan
.
(Underwood, 1998).


Haryadi (1986)
menyebutkan bila suatu indikator digunakan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi, maka:
1.
Indikator harus
berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat.
2.
Perubahan warna
itu harus terjadi secara mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan
titrasi harus dihentikan (Harjanti, 2008)
TITRASI YANG
MELIBATKAN ASAM KUAT DAN BASA KUAT
Penambahan basa kuat ke dalam asam
kuat (atau sebaliknya) adalah jenis titrasi yang paling sederhana. Titik akhir
titrasinya (volume yang diukur secara eksperimen dimana indikator berubah
warna) dengan demikian hampir sama dengan titik ekivalen (volume teoritis
dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah awal asam yang ada).
Titrasi basa kuat dengan asam kuat
sangatlah mirip. Dalam hal ini, pH mulai bergerak pada nilai yang lebih tinggi
dan jatuh dibawah pH 7 pada titik ekivalen. Fungsi asam dan basa, bertukar
dalam persamaan yang telah diberikan.
TITRASI ASAM LEMAH DAN
BASA LEMAH
Titik ekivalen
mempunyai arti yang sama seperti dalam titrasi asam kuat. Pada titik ekivalen,
jumlah basa yang ditambahkan (dalam volume Vc) sama dengan jumlah asam awal
yang ada (dalam volume Vo) sehingga sekali lagi.
CoVo = CtVc
Dimana Co adalah konsentrasi asam lemah
awal dan Ct adalah konsentrasi
dalam larutan titrasi (Oxtoby, 1998).

Analisa volumetri merupakan salah
satu metode analisa kuantitatif yang sangat penting penggunaannya dalam
menetukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan (Harjanti, 2008).
IV.
ALAT DAN BAHAN
:
1.
ALAT
No.
|
Nama Alat
|
Ukuran
|
Jumlah
|
1
|
Buret
|
50 ml
|
1
|
2
|
Pipet Ukur
|
10 ml
|
1
|
3
|
Erlenmeyer
|
250 ml
|
1
|
2.
BAHAN
No
|
Nama Bahan
|
Rumus Kimia
|
Wujud
|
Warna
|
Konsentrasi
|
Jumlah
|
1
|
Air Suling
|
H2O
|
Cair
|
Bening
|
-
|
15 ml
|
2
|
Natrium Hidroksida
|
NaOH
|
Larutan
|
Bening
|
0,1 M
|
81,2 ml
|
3
|
Fenolftalein
|
C2H14O4
|
Larutan
|
Bening
|
-
|
10 ml
|
4
|
Asam Klorida
|
HCl
|
Larutan
|
Bening
|
0,1 M
|
30 ml
|
5
|
Asam Asetat
|
CH3COOH
|
Larutan
|
Bening
|
9%
|
4 ml
|
V.
PROSEDUR KERJA
Standarisasi
larutan NaOH 0,1 M
|
|||
![]() |
Isi
buret dengan larutan NaOH sampai mencapai angka nol.
|
||
![]() |
Masukkan
10 ml HCl ke dalam setiap erlenmeyer.
|
||
![]() |
Tambahkan
masing-masing 5 ml air suling, 2 tetes PP. Catat volume awal NaOH pada buret,
alirkan sedikit demi sedikit NaOH pada erlenmeyer pertama. Catat volume akhir
dalam buret.
|
||
![]() |
Isi
buret kembali dan titrasi contoh pada erlenmeyer kedua dan ketiga.
|
||
Hasil Pengamatan :
|
|||
10
ml HCl + 5 ml H2O + 2 tetes PP:
Erlenmeyer
1: NaOH 10 ml
Erlenmeyer
2: NaOH 9,8 ml
Erlenmeyer
3 : NaOH 10 ml
2
ml CH3COOH + 2 tetes PP + 5 ml H2O:
Erlenmeyer
1 : 35,6 ml
Erlenmeyer
2 :14,9 ml
Erlenmeyer
3 : 12 ml
|
|||
VI.
HASIL PERCOBAAN/REAKSI-REAKSI/PEMBAHASAN :
I.
Standarisasi
NaOH
-
Hasil Percobaan
Erlenmeyer
|
Molaritas HCl
|
Volume HCl
|
Volume NaOH
|
I
|
0,1 M
|
10 ml
|
10 ml
|
II
|
0,1 M
|
10 ml
|
9,8 ml
|
III
|
0,1 M
|
10 ml
|
10 ml
|
-
Reaksi- Reaksi

-
Pembahasan
1.
Penentuan M NaOH
·
Erlenmeyer I
VHCl = 0,01 L
VnaOH = 0,01 L
nHCl = M.V
nHCl = (0,1) (0,01)
nHCl = 0,001 mol
(MHCl) (VHCl) = (MNaOH) (VNaOH)
(0,1) (0,01) = (MNaOH) (0,01)

MNaOH = 0,1 M
·
Erlenmeyer II
VHCl = 0,01 L
VnaOH = 0,0098 L
nHCl = M.V
nHCl = (0,1) (0,01)
nHCl = 0,001 mol
(MHCl) (VHCl) = (MNaOH) (VNaOH)
(0,1) (0,01) = (MNaOH) (0,0098)

MNaOH = 0,1 M
·
Erlenmeyer III
VHCl
= 0,01 L
VnaOH
= 0,01 L
nHCl
= M.V
nHCl
= (0,1) (0,01)
nHCl
= 0,001 mol
(MHCl)
(VHCl) = (MNaOH) (VNaOH)
(0,1)
(0,01) = (MNaOH) (0,01)

MNaOH
= 0,1 M
2.
Penentuan mol
NaOH
·
Erlenmeyer I
nNaOH
= M . V(L)
nNaOH
= 0,1 . 0,01
nNaOH
= 0,001 mol
nNaOH
= 

·
Erlenmeyer II
nNaOH = M . V(L)
nNaOH = 0,1 . 0,0098
nNaOH = 0,00098 mol
nNaOH = 

·
Erlenmeyer III
nNaOH = M . V(L)
nNaOH = 0,1 . 0,01
nNaOH = 0,001 mol
nNaOH = 

3.
Molaritas
Rata-Rata NaOH (MNaOH)

4.
Mol rata-rata
NaOH (nNaOH)

II.
% Asam Asetat
dalam Cuka
-
Hasil Percobaan
Erlenmeyer
|
VCH3COOH
|
MNaOH
|
VNaOH
|
I
|
2 ml
|
0,1 M
|
35,6 ml
|
II
|
2 ml
|
0,1 M
|
14,9 ml
|
III
|
2 ml
|
0,1 M
|
12 ml
|
-
Reaksi-Reaksi

-
Pembahasan
1.
Volume NaOH
rata-rata
V1
= 35,6 ml = 0,0356 L
V2
= 14,9 ml = 0,0149 L
V3
= 12 ml = 0,012 L






2.
Massa CH3COOH
awal


MCH3COOH
= 1,008 . 2
MCH3COOH
= 2,016 gr
3.
Molaritas
CH3COOH (sebelum diencerkan)

V
= 2 ml = 0,002 L

4.
Molaritas
pengenceran
Ø Molaritas CH3COOH (setelah diencerkan)
·
Erlenmeyer I
(MNaOH)
(VNaOH) = (Mcuka) (Vcuka)
(0,1
M) (0,0356 L) = (Mcuka) (0,002 L)
(0,00356) = (Mcuka) (0,002)
Mcuka = 

Mcuka = 1,78 M
nNaOH = (M) (V(L))
nNaOH = (1,78) (0,0356)
nNaOH = 0,063 mol
nNaOH = 63
mol

·
Erlenmeyer II
(MNaOH) (VNaOH) = (Mcuka) (Vcuka)
(0,1 M) (0,0149 L) = (Mcuka) (0,002 L)
(0,00149) = (Mcuka) (0,002)
Mcuka = 

Mcuka = 0,745 M
nNaOH = (M) (V(L))
nNaOH = (0,745) (0,0149)
nNaOH = 0,011 mol
nNaOH = 11
mol

·
Erlenmeyer III
(MNaOH) (VNaOH) = (Mcuka) (Vcuka)
(0,1 M) (0,012 L) = (Mcuka) (0,002 L)
(0,0012) = (Mcuka) (0,002)
Mcuka = 

Mcuka = 0,6 M
nNaOH = (M) (V(L))
nNaOH = (0,6) (0,012)
nNaOH = 0,0072 mol
nNaOH = 7,2
mol

Ø Massa Akhir asam asetat
·
Erlenmeyer I




·
Erlenmeyer II




·
Erlenmeyer III




5.
% Asetat dalam
cuka
·
Erlenmeyer I




·
Erlenmeyer II




·
Erlenmeyer III




VII.
KESIMPULAN
1.
Titik ekivalen
adalah titik dimana jumlah mol ion
sama dengan ion
.
Sementara titik akhir adalah perubahan warna ketika dititrasi.


2.
Cara melakukan titrasi
asam-basa adalah menetesi larutan NaOH dari buret kedalam larutan HCl. Pada
erlenmeyer yang telah diketahui konsentrasi dan volumenya. Larutan NaOH
ditetesi hingga larutan HCl berubah menjadi warna lembayung.
3.
Standarisasi NaOH:
-
Erlenmeyer I : NaOH 0,1
M ; HCl 0,1 M
-
Erlenmeyer II : NaOH
0,1 M ; HCl 0,1 M
-
Erlenmeyer III : NaOH
0,1 M ; HCl 0,1 M
Percobaan % asam asetat pada cuka
-
Erlenmeyer I :
NaOH 0,1 M
-
Erlenmeyer II :
NaOH 0,1 M
-
Erlenmeyer III :
NaOH 0,1 M
VIII.
JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS
1.
Hasil
standarisasi larutan NaOH dengan menggunakan larutan HCl dan kenapa tidak
diketahui hasilnya karena larutan dengan menggunakan KNP tidak dipraktikumkan.
2.
Dalam titrasi
NaOH dengan cuka diperlukan waktu yang lama untuk memperoleh perubahan warna
karena CH3COOH merupakan asam lemah sehingga membutuhkan volume NaOH yang lebih
banyak dibandingkan volume cuka.
3.
Agar titrasi
berlangsung dengan cepat maka hal yang harus dilakukan adalah dengan
menambahkan indikator fenolftalein dan penggunaan larutan standar yang lebih
sedikit.
4.
Agar titik akhir
titrasi mendekati titik ekivalen, yang harus dilakukan adalah dengan menambah
indikator PP. Pengamatan untuk titrasinya adalah menghasilkan warna lembayung.
Jika erlenmeyer diguncang warna lembayung akan hilang. Maka titik akhir sudah
dekat. Titik akhir tercapai jika warna lembayung tercapai dapat bertahan dalam
3
detik.

5.
Indikator begitu
penting dalam titrasi karena indikator merupakan zat yang berfungsi untuk
memberikan tanda terlihatnya titik ekivalen.
6.
Tidak melakukan
percobaan.
7.


IX.
DAFTAR PUSTAKA
Harjanti, R.S.(2008). Pemungutan Kurkumin dari
Kunyit (Cucurma domestica val.) dan Pemakaiannya sebagai Indikator Analisis
Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. 2(2):49-50
Oxtoby, D.W;dkk.(1998). Prinsip-Prinsip Kimia
Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Underwood, A.L; dkk.(1998). Analisis Kimia
Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar